Sejarah renang Indonesia : Sejak sebelum kemerdekaan, di negara kita
telah ada beberapa kolom yang indah dan renang. Tapi pada waktu itu, kesempatan
bagi masyarakat Indonesia untuk belajar berenang tidak mungkin. Hal ini
disebabkan setiap kolam renang dibangun hanya diperuntukkan bagi para bangsawan
dan penjajah saja.
Memang, pada waktu itu ada juga kolam renang yang dibuka bagi banyak
orang, tapi harga tiket masuk begitu tinggi, sehinggara pengunjung tertentu
tidak bisa membayar biaya masuk untuk berenang. Salah satu dari banyak kolam
dibangun setelah 1900 kolam renang Cihampelas di Bandung yang didirikan pada
tahun 1904.
Menurut kelahiran Cihampelas kolam renang, maka kolam renang awal kegiatan
olahraga di Indonesia dapat dikatakan mulai dari Bandung. Pertama-tama asosiasi
berdiri bernama Bandungse Zwembond berenang atau berenang Union Bandung,
didirikan pada tahun 1917, bertanggung jawab atas 7 asosiasi serikat seperti
klub berenang di lingkungan sekolah serta OSVIA, MULO dan Kweekschool.
Selain Bandung, Jakarta dan Surabaya juga mendirikan asosiasi berenang di
tahun yang sama. Kemudian berdiri pada tahun 1918 atau dari Jawa Barat Zwembond
Swim Jawa Barat, dan pada tahun 1927 berdiri pula Zwembond Java Oost atau Jawa
Timur Swim Uni terdiri dari kota-kota seperti: Malang, Surabaya, Pasuruan,
Blitar dan Lumajang.
Sejak saat itu mulai menjadi pertandingan yang diadakan atau antar daerah.
Bahkan kejuaraan, rekor-rekor nya juga merupakan rekor di Belanda. Pada tahun
1934, masing-masing penyelam Haasman dan Van de Groen, berhasil keluar sebagai
pemenang dalam pertama dan kedua nomor 3 papan meter dan menara. Dalam
Olimpiade Timur Jauh di Manila, Filipina (sekarang kegiatan berkembang menjadi
Asian
Games sejak tahun 1951).
Jumper kedua juga seorang utusan Hindi Belanda. Pada tahun 1936, seorang
Belanda Pet Stam oleh rekornya 0:59.9 untuk 100 meter gaya bebas kolam renang
Chiampelas direkam di London, berhasil dikirim untuk ambil bagian dalam
Olimpiade Berlin atas nama Belanda.
Dua orang setiap Haasman diver di putra dan Kiki Heckle juga membantu mengambil
bagian dalam Olimpiade Berlin, di mana jumper jajaran putri 8. Sampai tahun
1940, Nederlands Indishce Zwembond atau NIZB telah terdiri 12:00 perenang. Pada
zaman pendudukan Jepang di 1943 - 1945, kesempatan untuk berenang bagi bangsa
Indonesia semakin besar.
Oleh karena itu pemerintah pendudukan Jepang, membuka seluruh kolam renang di
tanah air untuk masyarakat umum. Periode tahun 1945, perkembangan olahraga di
negara ini praktis berenang ke bawah, karena pada saat itu bangsa Indonesia
dalam perjuangan melawan penjajah.
Pada 20 Maret 1951, dunia renang Indonesia praktis di bawah kepemimpinan
Zwembond Voor Indonesia (ZBVI) dan kemudian tanggal 21 Maret 1951 lahirlah
Semua Asosiasi Renang Indonesia yang kemudian disingkat PBSI. Pertama kongres
di Jakarta, berhasil mengukuhkan ketua pertama, Prof dr. Poerwo Soedarmo,
dibantu oleh wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan komite teknik.
Sejak saat itu, olahraga renang Indonesia secara bertahap negara maju dan
berkembang dan kemudian pada tahun 1952, PBSI menjadi anggota resmi dari World
Federation renang - FINA (singkatan dari Federation Internationale de Nation).
dan Komite Olimpiade Internasional (IOC). Untuk 1952 telah terdaftar sebanyak
29 asosiasi, anggota PBSI.
Oleh karena itu, kemudian didirikan top organisasi olahraga berenang-atas di
tingkat lokal. Pengembangan olahraga renang di Indonesia semakin berkembang,
hal ini ditandai dengan pelaksanaan perlombaan renang hampir setiap tahun di
tingkat nasional. Demikian pula, dalam setiap pelaksanaan Pekan Olahraga
Nasional (PON), olahraga berenang ke nomor utama.
Dengan meningkatnya prestasi olahraga luar ruangan di Indonesia pada
tahun 1952, Indonesia mengirimkan duta ke arena renang di Olimpiade Helsinki
1953 dan kemudian kembali Indonesia untuk mengambil bagian dalam Festival
Pemuda di Bucharest. Pada tahun 1954 tim polo air Indonesia dikirim untuk
mengikuti Asian Games kedua di Manila, Filipina.
Pada tahun 1954, Kongres berlangsung PBSI ke II, yang diselenggarakan di
Bandung dengna hasil pengurus yang diketuai oleh D. Seoprajogi, ditambah
sekretaris, bendahara dan komisi teknik 3. PBSI Kongres III yang akan
diselenggarakan di Cirebon, di mana kongres ulang memilih manajemen baru yang
ketuanya masih di jabat tangan D. Soeprajogi, ditambah 3 administrator lainnya.
Untuk keempat kalinya PBSI kongres diadakan pada tahun 1957 di Makassar
(sekarang Ujung Pandang) Kongres menghasilkan beberapa keputusan, termasuk
memilih pengaturan manajemen baru dengan ketua D. Soeprajogi. Kemudian atas
permintaan peserta kongres dalam hal kesatuan berdiri PBSI, diubah menjadi Uni.
Jadi dalam hal ini menjadi PBSI berdiri dari Swim Indonesia.
Dalam Kejuaraan Nasional Renang 1959 diadakan. Kejuaraan ini untuk
pertama kalinya mengadakan pemisahan antara Senior dan SLTP di Malang, Jawa
Timur. Kongres juga terjadi PBSI untuk V, di mana kongres adalah tambahan
memilih manajemen baru yang ketuanya masih dipercayakan kepada D. Soeprajogi,
kongres juga mengubah nama Swim Indonesia (PBSI) ke kolam Indonesia Serikat
(PRSI).
Perubahan ini muncul atas dasar bahwa kehadiran dua olahraga yang
memiliki induk organisasi berdiri di PBSI. Selain olahraga outdoor, singkatan
ini juga digunakan oleh Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia. Pada kongres
di Malang, Jawa Timur, PRSI Ketua, D. Soeprajogi didampingi dua wakil ketua,
dua sekretaris, bendahara, teknik pembantu umum ditambah komisi dengan 2
anggota.
Kemajuan olahraga renang secara keseluruhan berkembang lebih pesat dan
pada tahun 1962, berhasil menampilkan nama-nama besar seperti Achmad Dimyati,
Mohamad Sukri di putra, sementara Iris, Tobing, Lie Lan Hoa, Eny Nuraeni serta
banyak lagi di perempuan.
Pada tahun 1963 di Jakarta, PRSI kembali kongres dan berhasil mengumpulkan
manajemen baru dengan ketua D. Soeprajogi. Selanjutnya disertai ketua 3, 2
berenang, menyelam dan polo air. Keputusan lain yang diperoleh dalam kongres
PRSI VI adalah untuk mengubah kembali istilah "Unity". Sampai saat
ini PRSI singkatan Asosiasi Renang Indonesia.
Meskipun filosofi bahwa olahraga tidak bisa dikaitkan dengan politik. Namun
pada kenyataannya perkembangan politik di negara itu pada saat itu dampak besar
pada perkembangan olahraga. Pada tahun 1963 Indonesia harus menarik diri dari
Olimpiade GANEFO, dimana pesertanya ada beberapa negara yang belum menjadi
anggota FINA.
Untuk menghindari kemungkinan suspensi, Indonesia dalam hal ini PRSI mengambil
langkah pengunduran diri sebagai anggota FINA. Pada tahun 1966, Indonesia
kembali menjadi anggota FINA. Dalam bahwa Indonesia mengambil bagian dalam
Asian Games di Bangkok V. VII PRSI musyawarah untuk mengambil kembali tempat di
Jakarta pada 24-27 April 1968.
Salah satu manajemen PRSI baru menegaskan keputusannya untuk tetap ketua
dipercayakan kepada D. Soeprayogi, ditambah 2 kepala, 2 sekretaris, bendahara
dan panitia teknis yang terdiri dari 3 orang masing-masing untuk berenang,
menyelam dan polo air.